Apokaliptik

Apokaliptik dalam Perjanjian Lama

  1. 1.     Apa itu APOKALIPTIK?

Kata “apokaliptik” berasal dari bahasa Yunani yang artinya “menyingkapkan” atau “membukakan” dan merujuk pada sesuatu yang sebelumnya tersembunyi dan sekarang telah disingkapkan sekarang. Kata “apokaliptik” sebetulnya merupakan suatu ungkapan dari Gereja Kristen abad ke-2 untuk jenis sastra yang dipakai dalam surat Wahyu kepada Yohanes di Perjanjian Baru. Dari sinilah kata “apokaliptik” kemudian menjadi sebutan untuk gaya penulisan yang banyak menggunakan simbol, seperti di dalam Kitab Wahyu.[1]

  1. 2.     Sastra Apokaliptik

Sastra apokaliptik adalah jenis tulisan mengenai penyataan Ilahi yang berasal dari masyarakat Yahudi kurang lebih antara tahun 250 SM dan 100 M yang kemudian diambil alih dan diteruskan oleh Gereja Kristen. Sastra Apokaliptik sendiri muncul setelah kemerosotan peran kenabian di Israel dan tekanan dari situasi politik yang dialami bangsa Yahudi pada periode Helenistis. Banyak penulis sastra apokaliptik yang menuliskan karya-karyanya penuh misteri dan menggunakan nama-nama tokoh terkenal pada masa lampau yang kemudian menjadi daya tarik dari sastra apokaliptik itu sendiri. Ciri lain yang penting dari sastra apokaliptik adalah penggunaan simbol-simbol, penekanan pada sosok malaikat, dan menunjuk pada sesuatu zaman keselamatan. Akan tetapi, tidak berarti bahwa semua ciri tersebut akan ditemukan dalam setiap tulisan-tulisan apokaliptik.[2]

2.1.            Ciri Sastra Apokaliptik

2.1.1.                  Menggunakan Bahasa dan Lambang Simbolis

Ciri sastra Apokaliptik adalah memakai nama penulis samaran. Tulisan yang penulisnya menggunakan nama samaran dikenal dengan istilah pseudonymous. Pemakaian nama samaran merupakan hal yang lazim dan tidak hanya terjadi di lingkungan penulis Yahudi saja, tetapi juga di dunia Yunani dan Romawi. Dengan menggunakan nama samaran, biasanya nama figur-figur dari masa lampau yang dihormati, maka tulisan-tulisan apokaliptik mendapatkan otoritas dan dihadirkan sebagai tulisan-tulisan yang memprediksikan masa depan yang sedang digenapi.[3] Ciri lain dari sastra apokaliptik yang membuatnya mudah dikenali adalah banyak menggunakan bahasa simbolis. Kadang bahasa simbolis yang digunakan mudah dimengerti namun kadang sulit dipahami. Simbol-simbol yang sering dipakai adalah binatang-binatang, manusia dan bintang-bintang, makhluk-makhluk mitologi, dan angka-angka. Ini dapat kita temukan dalam surat Wahyu kepada Yohanes yang menyebut Roma sebagai Babel atau Kitab Daniel yang memakai nama-nama binatang untuk menyebutkan nama empat Negara.[4]

2.1.2.                  Adanya peranan Malaikat yang penting

Sastra apokaliptik sangat menekankan sifat supranatural dari wahyu yang diberikan. Aspek supranatural ini diperlihatkan melalui sosok malaikat yang mewarnai tulisan-tulisan apokaliptik. Sosok malaikat dalam tulisan apokaliptik memiliki peran penting yang membuat mereka menonjol. Misalnya, dalam kitab Daniel kita dapat menemukan dua tokoh malaikat yaitu Gabriel (Daniel 8:16) dan Mikhael (Daniel 12:1). Para penulis sastra apokaliptik banyak memberikan perhatian kepada sosok-sosok malaikat dan setan karena memang masyarakat Israel kuno sangat akrab dengan bayangan tentang suatu pengadilan ilahi yang menunjukkan adanya sisa-sisa politeisme kuno dalam kepercayaan mereka yang monoteis.[5]

2.1.3.                  Eskatologi atau Kedatangan Zaman Keselamatan

Bila membaca sastra apokaliptik, kita dapat menemukan pembedaan yang tegas antara dunia yang sekarang dengan dunia yang akan datang. Sastra Apokaliptik berbicara tentang eskatologi, yaitu akhir dunia yang semakin memburuk hingga betul-betul kiamat, lalu tiba-tiba muncul dunia baru yang serba indah. Saat dunia yang baru itu datang, segala kejahatan dan kuasanya akan dimusnahkan oleh Allah, orang-orang yang telah mati akan dibangkitkan, dan akan ada penghakiman bagi semua orang. Dalam pandangan apokaliptik, bumi dilihat secara menyeluruh dan tidak hanya terbatas pada umat Israel. Tulisan apokaliptik juga tidak hanya melampaui batas sejarah sampai ke eskatologi (keadaan sesudah sejarah berakhir) tetapi juga protologi yaitu keadaan sebelum dunia diciptakan. Pola pikir dualistis seperti membedakan antara zaman sekarang dan akan datang, antara bumi dan sorga, antara orang suci dan orang jahat sangat menonjol dalam sastra apokaliptik. Dengan datangnya dunia yang baru maka berakhirlah penderitaan orang-orang percaya yang tertindas. Sastra apokaliptik dengan demikian mendorong orang-orang agar dapat bertahan dalam penindasan. Sasaran akhir tulisan ini adalah berakhirnya segala kejahatan, kekuasaan yang dimiliki negara-negara besar di dunia tidak akan bertahan lama, dan zaman keselamatan pun tiba.[6]

2.2.            Kitab Apokaliptik dalam Perjanjian Lama dan Deuterokanonika

2.2.1.                  Kitab Daniel

Kitab Daniel merupakan sastra apokaliptik yang paling tua, ditulis sekitar tahun 167-164 SM, yang dikenal orang-orang Kristen bahkan kitab ini menjadi satu-satunya kitab apokaliptik yang masuk dalam kanon Perjanjian Lama. Tulisan ini sebagian ditulis dengan menggunakan bahasa Ibrani dan sebagaian lagi dalam bahasa Aram. Dalam kitab Daniel ditemukan dua pola yang berbeda antara pasal 1-6 dengan pasal 7-12. Daniel 1-6 banyak menceritakan kehidupan Daniel dan teman-temannya di dalam istana pada masa pemerintahan raja-raja Babel dan Persia abad ke-6 SM sedangkan Daniel 7-12 berisi berbagai penglihatan. Kitab Daniel merupakan sebuah kitab apokaliptik yang berisi tentang beberapa penglihatan masa depan dan sejarah dari empat kerajaan dunia, tentang Raja Antiokhus yang jahat, penghukuman Allah, dan kedatangan Kerajaan Allah.[7]

  • Penglihatan-penglihatan Apokaliptik dalam Daniel

Bagian apokaliptik dari Daniel terdiri dari tiga penglihatan dan sebuah komunikasi kenabian yang panjang, yang terutama berkaitan dengan masa depan Israel:

  1. Penglihatan pada tahun pertama Belsyazar Raja Babel (7:1) mengenai empat binatang buas yang besar (7:3) mewakili empat raja (7:17) dan empat kerajaan (7:23) yang akan datang, dan yang keempat akan menelan seluruh bumi, menginjak-injak, dan menghancurkannya (7:23); kerajaan keempat ini menghasilkan sepuluh orang raja, dan kemudian, orang kesebelas yang khusus, muncul dari kerajaan keempat yang menaklukkan tiga dari sepuluh raja (7:24), berbicara melawan Yang Maha Tinggi dan orang-orang kudus dari Yang Maha Tinggi, dan bermaksud mengubah masa dan hokum (7:25); setelah suatu masa dan satu setengah masa (tiga setengah tahun), orang ini dihakimi dan wilayahnya pun diambil daripadanya (7:26). Lalu kerajaan itu dan wilayahnya dan kebesaran kerajaan-kerajaan di bawah seluruh langit itu diserahkan kepada orang-orang kudus dari Yang Maha Tinggi (7:27)
  2. Penglihatan dalam tahun ketiga Belsyazar mengenai seekor domba jantan dan seekor kambing jantan (8:1-27); Daniel menafsirkan kambing itu sebagai “kerajaan Yawan” artinya, kerajaan Yunani (8:21)
  3. Penglihatan pada tahun pertama dari Darius anak Ahasyweros (9:1) mengenai tujuh puluh minggu, atau tujuh puluh kali “tujuh”, yang dibagi ke dalam sejarah bangsa Israel dan Yerusalem (9:24)
  4. Sebuah penglihatan yang panjang dalam tahun ketiga dari Koresh raja dari Persia (10:1 – 12:13)

Penglihatan-penglihatan kenabian dan eskatologis Daniel, dengan penglihatan-penglihatan Yehezkiel dan Yesaya, adalah ilham kitab suci bagi banyak ideologi dan simbolisme apokaliptik dari Naskah Laut Mati komunitas Qumran dan sastra awal kekristenan. “Hubungan Daniel yang jelas dengan pemberontakan Makabe di Palestina tidak disangsikan merupakan salah satu alasan mengapa para prabi, setelah pemberontakan melawan Roma, menurunkannya dari posisinya di antara nabi-nabi. Dalam Daniel terdapat rujukan-rujukan pertama kepada “kerajaan Allah”, dan rujukan yang paling jelas terhadap kebangkitan orang mati di dalam Tanakh.[8]

  • Situasi Historis Politik & Ekonomi

 

2.2.2.                  Kitab I & II Henokh

  • Kitab I Henokh

Di dalam kitab ini terdapat tiga macam penglihatan pada masa depan. Ketiga penglihatan itu adalah penglihatan tentang banjir besar yang akan datang menimpa bumi, penglihatan tentang pencemaran kurban dan masa krisis kepemimpinan sesudah peristiwa pembuangan, serta penglihatan tentang tujuh minggu terakhir sebelum akhirnya akan tiba masa penghakiman dan datangnya dunia baru.[9]

  • Kitab II Henokh

Kitab II Henokh berisi tentang perjalanan Henokh ke sorga. Ia terbang ke sorga dengan malaikat dan mengunjungi langit yang bertingkat-tingkat. Pada tingkat ketujuh, Henokh tiba di tahta Allah dan bertemu dengan Allah kemudian ia diangkat menjadi malaikat. Ia lalu berkunjung kembali ke bumi dan menceritakan semua penglihatan yang dterimanya kepada orang-orang yang tidak mati saat bencana Air Bah menimpa bumi. Ia juga bercerita tentang pemandangan yang dilihatnya yaitu orang-orang jahat menempati neraka sementara orang benar tinggal di sorga, hidup dengan damai sejahtera. Maksudnya adalah agar mereka yang masih tinggal di bumi mau membantu orang-orang sekitarnya yang membutuhkan sehingga mereka dapat terhindar dari penghukuman Allah.[10]

2.2.3.                  Kitab Yesaya

Yesaya pasal 24-27 adalah tergolong sastra apokaliptik. Jika  menganalisa  tulisan  pasal 24-27, maka ada beberapa pokok penting yang menjadi thema theologianya:

  • Hukuman, penghakiman pada hari TUHAN(bnd Yes 24)
  •  Keselamatan.  Tuhan adalah  penolong adan pemberi kehidupan masa depan bagi umat-Nya  menjaadi pemahaman  yang sangta mengakar  dalam  keadaan politis  yahudi   sesudah pembuangan, dimana   kehidupan mereka   dirasakan makin sempit karena berada dalam  pembuangan.  namun yahudi  masih  meyakini janjian Allah  kepada nenek moyang mereka ( Ul 19:8, Yes 54:2, Yes 47:13-48:3)
  •  Pemulihan Israel (bnd Yes 27:2-13)

Kesetiaan Allah terhadap perjanjian tetap aktual di dalam rencama keselamatan umat. Hal ini menjadi pengharapan dan penghiburan yang ditekankan dalam Kitab Yesaya ( 7:4; 6:13. Allah akan mendatangkan zaman baru di dalkam pemerintahan raja damai untuk mebawa kebenaran dan keadilan secara universal. Allah  yanag Mahakudus merupakan satu-satunya Allah yang bertindak dan berkuasa atas sejarah hidup manusia dan seluruh ciptaan-Nya. Kekudusan Allah menujukkan eksisntesi manusia yang berdosa. Kekudusan Allah   menjadi panggilan terhadap umat untuk memuji dan memuliakan-Nya (bnd Mzm 29, 93,96-99).  Yesaya melihat bahwa pemulihan Allah merupakan keterbatasan manausia. Dalam hal inilah Yesaya mengkritik para raja Yehuda untuk mengandalkan kekuatan politk sebagai solusi untuk menyelamatkan dan menjadi ukuran untuk menentukan nasip sendiri. Dalam hal itulah Yesaya menekankan pentingnya iman kepada Allah, sebagaimana yng dianjurkan kepada raja Ahas (7:9). Iman dalam hal ini adalah kesetiaan yang teguh. Pada awalnya konteks dari iman merupakan gagasan di dalam dinasti Daud (bnd 2 Sam 7:10-16). Janji kepada Daud menjadi teologi yang aktual, dalam konteks dari iman Yesaya (tidak seperti nabi sezamannya yakni Amos,. Hosea, Yesaya  tidak mengambil tradisi keluaran). Panngilan untuk hidup beriman menjadi anjuran Yesaya bagi raja dan seluruh rakyat.  Krisis politik akibat ancaman dari Asyut menjadi tantangan umat untuk berim,an kepada Alllah. Namun sejalan dengan itu Yesaya mengakui penderitaan dan kehancuran tidak dapat dielakkan, akan tetapi Allah dinyatakan tidak berdiam dalam penderitaan itu. Nama anaknya Syar Yashub (sebuah sisa akan kembali) memiliki makna ganda yakni “sikacita dan dukacita”. Di tengah kehancuran masih ada kehidupan yang tersisa, pohon yang ditebang akan muncul tunas baru yakni raja masa depan. Dalam hal ini makna Sion berubah dari pemahanan geografis atau teritorial kepada universal.  Teologia politik nabi Yesaya menekankan nama simbolis “Imanuel” (Tuhan beserta kita) yang merupakan keyakinan iman dalam dinasti Daud. Keselamatan dari Allah sulit diterima dalam pemahaman manusia. Keselamatan tidak idenik dengan kekayaan secara materi. Kerajaan yang ideal bukan berorietasi pada kekuasaan politik, melainkan kesedehanaan  dan kedamaian.  Kehadiran Allah yang tampak dalam pedang Asyur merupakan cambuk dari kemarah-Nya (10-5), merupakan proses pembelajaran untuk menyadarkan umat yang  mengandalakan kekuatan dan kemewahan materi.[11]

Ada empat muatan teologi  Proto Yesaya yakni: Pertama  Menekankan tentang kekudusan  Allah.  Kekudusan dalam kitab Yesaua  bertentangan dengan dosa  dan ketidakadilan (6:7). Kedua; Menekanakan tentang hukuman  terhadap bangsa Israel Utara an Yehuda. Allah  memakai Asyur untuk menghukum bangsa-Nya (10:5) namun asyur juga dihukum karena kseombongannya ( 10:15-17). Ketiga; Tuhan sebagai pengharapoan dan pertolongan bagi  umat pilihan-Nya. Hal ini ditekankan Yesaya dalam menjelang perang  Syro Efraim, dimana  Yesaya tidak menyetuji Ahhas meminta pertolongan dari kuasa lain (Asyur). Keempat; nubuat tentang  masa depan, bangsa yang bertobat akan diselamatkan oleh TUHAN ( 10:20). Hari Tuhan akan datang melalui tunas Daud (9:1-6; 11:1)  akan mendirikan kerajaan kekal dan  sempurna (9:6; 11;1-10; 29:17-24; 30:18-26; 32:1-8). Kemudian redaktur  menyisipkan  nubuta-nubuat yang  diucapkan  pada zaman sesudah pembungan seperti  pasal 11:11-16; 24-27; 35.  Penempatan pasal  24-27 menunjukkan  bahwa kitab Yesaya  menekankan bangsa “keselamatan itu  tidak bersifat esklusif (Israel dan Yehuda), namun keselamatan itu bersifat kolektif dan universal (11:10; 25:6-9). Kehidupan dan keselamatan yang datang dari Allah yang dilukiskana dalam pasal 24-26 merupakan pesan theologis tentang pengharapan kehidupan masa  depan dalam jaminana dan  karya Allah.[12]

Seperti nabi Hosea,  nabi Yesaya  meletakkan pemahaman yang kuat tentang pengharapan pada keselamatan yang akan datang. Namun orientasi keselamatan itu tidak dibatasi oleh satu tempat saja, melainkan seluruh  dunia. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa Yesayalah yang meletakkan   pengharpan eskatologi yang bersifat universal. Pengharapan eskatologis memainkan pengaruh dan peranan penting dalam pemikiran Israel setelah satu abad kematian Yesaya, yakni ketika kerajaan Yehuda  hancur.  Konsep itulah kemudian dikembangkan dalam Deutro Yesaya, yang menekankan pengharapan  akan kehidupan masa depan yang lebih indah, dan pengharapan itu kemudian  semakin berkembang pada zaman berikutnya dan menjadi inspirator dan motivator gerakan pembaharuan yang diprakarsai  kalangan Yudaisme, yanag kemudian pengaruhnya   meluas ke dunia di luar Israel dan berakar dalam tradisi Kristen.[13]

Jika ditinjau dari penulisan proto Yesaua maka dapat disimpulkan bahwa : Redaktor menyatukan Proto-Yesaya secara teologis. Secara khusus bagian inti dari kitab Proto-Yesaya dapat kita lihat dalam Yes 6-8, yang yang mana isinya berhubungan dengan Syro-Efraim, perang antara Siria dengan Israel. Nabi Yesaya menasehati raja Ahas agar tidak terlibat dalam perang tersebut. Namun, raja Ahas tetap melibatkan dirinya. Tema penghukuman dan penebusan Eskatologis menyebar luas dibagian utama kitab Proto-Yesaya ini dengan kata lain, bagian inti daripada proto-Yesaya dikelilingi oleh tema-tema penghukuman dan penebusan Eskatologis. (Yes 2-11). Redaktor mengatakan bahwa Yesaya dipanggil Tuhan untuk memberikan hukuman Tuhan pada uamat itu. Tetapi kemudian, redaktor membubuhi kitab-kitab itu dengan tema-tema Eskatologis yakni:

  • Pasal 1-12 : Memuat kumpulan hukuman dan keselamatan
  • Pasal 13-23 : Merupakan  ucapan-ucapan  bahagia terhadap bangsa-bangsa
  •   Pasal 24-27 : Penindasan dan keselamatan yang akan datang
  • Pasal 25-35 : Nubuat tentang penghukuman terhaap Efraimi, Yehuda dan  penebusan Sion
  •  Pasal 35-39 : Sejarah serangan Sanhenrib terhadap Yehu dan dan kota Yerusalem

 

Eksisntensi pasal 24-27 dalam Proto Yesaya merupakan sisipan yang  mirip dengan  Trito Yesaya. Pasal 24-27 merupakan  karya yang menggambarkan  kondisi kehidupan yang mengalami putus asa dan mengharapkan  masa depan yang lebih baik. Pasal 24-27 disebut sebagai “apokaliptis Yesaya” sebab bahasa yang dipakai  identik dengan  simbol-simbol mitologis yang merupakan ciri khas  sastra apokaliptik. Para ahli  menempatkan bahwa isi pasal 24-27 menggambarkan zaman  sesudah pembuangan sekitar tahun 500 sM, dan bahkan  tahun 300 sM. Pasal 24-27 mempunyai tempat tersendiri dalam kitab Yesaya. Penempatan pasal 24-27 yang ditempatkan  sesudah pasal 13-23 yang menyatakan  ucapan ilahi  dan hukuman atas  bangsa-bangsa. Namun pasal  ini merupakan klimaks yang menyatakan  seluruh   bumi berasal  di bawah   penghukuman Tuhan (24:1) Tak seorang pun yang luput dari hukuman  itu ( 24:17). Leaviathan, ular yang  melingkar itu akan dihancurkan (27:1), dan sebaliknya Sion akan diselamatkan dan Tuhan akan memerintah untuk selamanya ( Yes 24:23, 25:6-12; 27:1-3a). maut akan   ditiadakan (25:8a) kebangkitan orang yang sudah mati (26:19), Israel yang terbuang akan dikumpulkan kembali dalam Sion untuk menyembah Allah (27:12-13), Israel menjadi kebun anggur Tuhan  yang indah (27:2-4), Tunas akan muncul dari Israel (27:6). Pasal 24-27 menyinggung tentang  kehancuran sebuah kota dalam 24:10-12; 25:1-5; 26:5; 27:10-11.  Kota yang dimaksud   bisa menunjukkan  wilayah kota Babel pada abad ke 6 sM sampai Samaria pada abad ke 2 sM.  Oleh sebab itu sebutan kota dalam pasal tersebut dapat merujuk  pada kota  Babel, namun tidak ada perincian yang spesifik, dalam hal ini isi  sebutan tentang kota yang dimaksud    lebih cocok untuk  umum yakni  sebuah dunia  yang terasing dan harapan  untuk mendapat  keselamatan  yang  pasti melalui kuasa Allah.[14]

 

 


[1]Lih. D.S Russel, Penyingkapan Ilahi:Pengantar ke dalam Apokaliptik Yahudi, Jakarta 2007: BPK Gunung Mulia, hlm. 19, 36-43

 

[2]Lih. Willi Marxsen,Pengantar Perjanjian Baru:Pendekatan Kritis terhadap masalah-masalahnya, Jakarta 2006: BPK Gunung Mulia, hlm. 337

[3] Lih. Harry Mowvley, Penuntun ke dalam Nubuat Perjanjian Lama, Jakarta 2006: BPK Gunung Mulia, hlm. 113

[4] Lih. H.Jogersma, Dari Aleksander Agung sampai Bar Kokhba:Sejarah Israel dari 330 SM-135 M. Jakarta 2003: BPK Gunung Mulia, hlm. 73,74

[5] Lih. Forum Biblika: Jurnal Ilmiah Populer no 12-2000, Jakarta 2007: Lembaga Alkitab Indonesia, hlm. 12-15

6 Lih. Y.M Seto Marsunu, Apokaliptik : Kumpulan Karangan Simposium Ikatan Sarjana Biblika Indonesia 2006, Jakarta 2007:  Lembaga Alkitab Indonesia, hlm. 10-18

 

 

[7] Lih. S.M Siahaan, Robert M.Paterson, Kitab Daniel: Latar Belakang, Tafsiran dan Pesan, Jakarta 2007: BPK Gunung Mulia, hlm. 17

[8] Lih. J. G. Baldwin, Book of Daniel: in New Bible Dictionary 3rd edition, hlm. 87-109

[9] Lih. Lester L.Grabbe, Judaic Religion in The Second Temple Period: Belief and Practice from the Exile to Yavneh. London 2000: Routledge, hlm. 62,119

[10] Lih. Grabbe, Judaic Religion in The Second Temple Period: Belief and Practice from the Exile to Yavneh, hlm. 279-280

[11] Lih. Modeleine,. S Miller & J Lane Miller,  Harpers Bible Dictionary, USA: Harper & Row Publisher, 1973,  hlm. 24-27

[12] Lih. D.C.  Mulder, Pembimbing Kedalam Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1970,  hlm. 104

[13] Lih. Th.C. Vriezen, Agama Israel Kuno, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000, 243-244

[14] Lih. John J. Collins “Yesaya” dalam  Dianne Bergant & Robert J Karris, Tafsiran Alkitab Perjanjina Lama, terjemahan  A.S. Hadiwiyata, Yokyakarta, Kanisius, 2006, hlm. 526

This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.

Leave a comment